Food Waste in Bantar Gebang: A Miniature of Global Food Waste?

Kajima HIMA HI UNPAD
12 min readApr 21, 2024

--

Source: NY Times

Introduction

Bantar Gebang, sebuah kecamatan yang menjadi bagian dari kota satelit dekat Jakarta, yaitu Bekasi, Jawa Barat. Kecamatan ini cukup terkenal dengan salah satu tempat penampungan sampah terbesar di Indonesia yaitu Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Selain menjadi yang terbesar di Indonesia, TPST Bantar Gebang dianggap sebagai tempat pemrosesan sampah terbesar di Asia Tenggara. Berdiri sejak 1989, TPST Bantar Gebang beroperasi sebagai satu-satunya tempat pembuangan sampah yang melayani Jakarta. TPST Bantar Gebang memiliki luas sekitar 110,3 hektar, dengan 81,91% area efektif untuk pembuangan sampah dan 18,09% sisa untuk prasarana seperti akses jalan, kantor, dan instalasi pengolahan lindi atau air dari sampah (UPST DLH DKI Jakarta, n.d.).

Di tengah perannya yang sangat penting dalam kehidupan kota Jakarta, tempat pembuangan sampah utama ini sekarang dihadapkan dengan dilema yang mendesak. Kapasitas TPST Bantar Gebang sudah mendekati ambang batas maksimum akibat banyaknya sampah yang masuk secara terus-menerus dari Jakarta. Dari 65,79 juta ton sampah yang dihasilkan di Indonesia pada tahun 2018, food waste atau sampah makanan menyumbang 44% dari total sampah tersebut. Dari total keseluruhan, hanya 12% sampah yang didaur ulang, 72% diantaranya tidak dikelola dan 28% dikelola. Namun demikian, sebagian besar sampah di Indonesia berakhir ke tempat pembuangan sampah, termasuk limbah organik yang mencakup food waste. Hal ini memengaruhi kondisi lingkungan setempat karena hasil pembuangan limbah organik dapat meningkatkan emisi metana dan berisiko merusak ekosistem. Dari 69% sampah yang dibuang ke tempat pembuangan di Jakarta termasuk limbah organik yang dapat terurai dengan baik asalkan terdapat medium yang cocok sehingga ketika limbah tersebut bercampur dengan sampah-sampah non-organik, maka akan menghasilkan bau yang sangat tidak sedap, menjadi sulit terurai serta dapat meningkatkan emisi metana dan berisiko merusak ekosistem. Selain itu, kurangnya upaya pemilahan sampah yang terjadi di level rumah tangga dan industri menyebabkan permasalahan food waste ini menjadi semakin kompleks karena masalahnya sudah bersifat struktural antara masyarakat yang kurang teredukasi dan negara yang tidak mampu menyediakan kebijakan yang komprehensif dengan penegakan hukum yang kuat serta menghargai tata ruang masyarakat sehingga wilayah di sekitar TPST masih tetap layak huni dan layak tinggal.

Source: Eco-business

Operasi TPST Bantar Gebang tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga mempengaruhi kesejahteraan sosial masyarakat sekitar. Masyarakat di sekitar TPST harus bergantung satu sama lain dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari karena kondisi lingkungan di sekitar mereka yang sangat tidak layak dan penuh kerentanan akan penyakit, kelaparan, dan kemiskinan. Aktivitas di TPST ini memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat setempat, baik secara fisik maupun dalam hal prinsip-prinsip dan nilai kehidupan mereka. Hal ini dapat ditunjukkan dengan aktivitas pemulung di sekitar TPST untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka dan memanfaatkan apa yang ada di tempat pembuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dalam kondisi kemiskinan ekstrem, tetapi sayangnya mengalami social exclusion dari masyarakat dan negara. Namun, dampak sosial tersebut menunjukkan bahwa sistem pengelolaan TPST belum dilaksanakan dengan baik karena kehadirannya justru menyebabkan kesehatan masyarakat menurun dan memburuknya sanitasi lingkungan yang berujung pada rusaknya kondisi lingkungan di sekitar TPST. Pengelolaan TPST yang belum terstandarisasi dengan baik ini menyebabkan para pemulung yang tinggal di dekat tempat tersebut berisiko mengalami berbagai masalah dan kerentanan, terutama di tiga kelurahan utama yang berada di sekitar TPST : Cikiwul, Ciketing Udik, dan Sumur Batu.

Food waste yang merupakan bagian dari sampah makanan menjadi penyumbang jumlah sampah yang besar di Indonesia. Secara harfiah, food waste dapat diartikan sebagai makanan yang telah melewati rantai pasokan makanan hingga menjadi produk akhir yang layak dikonsumsi, tetapi sayangnya tidak dikonsumsi dan justru dibuang sehingga menjadi limbah. Makanan yang terbuang ini termasuk makanan yang masih layak makan maupun makanan yang telah rusak. Di Jakarta sendiri, menumpuknya food waste memiliki beberapa alasan mendasar, mulai dari perubahan kebiasaan konsumsi hingga kurangnya infrastruktur untuk pengolahan sampah yang efektif. Jumlah sampah non-biodegradable yang dihasilkan mengalami peningkatan akibat penerapan gaya hidup dan mentalitas masyarakat Jakarta yang cenderung “out of sight, out of mind”, yang tak lain merupakan dampak dari lemahnya penegakan peraturan pengelolaan sampah. Partisipasi lembaga pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam inisiatif kolaboratif masih dalam tahap awal, sehingga memerlukan perubahan paradigma yang mendukung undang-undang yang mendorong pengurangan, pemilahan, dan daur ulang sampah. Lebih jauh lagi, situasi ini diperparah dengan ketergantungan yang berlebihan pada pemulung tidak resmi dan kurangnya program pendidikan, yang menyoroti perlunya upaya terkoordinasi untuk mencegah bencana lingkungan hidup.

Global Food Waste and Sustainable Development Goals

Permasalahan terkait food waste tidak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga dialami oleh seluruh dunia. Pembuangan sampah makanan global mencapai 931 juta ton setiap tahun dengan kurang lebih 17% dari produksi makanan di tingkat rumah tangga dan di industri katering serta retail dengan di mana rumah tangga berkontribusi pada 61% limbah, industri katering 26% dan retail 13% (Dlewis, 2021). Pembuangan makanan juga berdampak pada emisi karbon dunia dengan angka 8–10% dari emisi total. Bank Dunia mengatakan bahwa angka ini akan mencapai 70% pada tahun 2050.

Food waste maupun food loss, yaitu pengurangan kuantitas atau kualitas pangan secara tidak sengaja sebelum konsumsi, merusak keberlanjutan sistem pangan, sehingga merusak ketersediaan pangan dan meningkatkan food insecurity. Produksi makanan yang dibuang tidak sampai kepada orang-orang yang membutuhkannya, sehingga sumber daya yang digunakan untuk memproduksi makanan tersebut dihabiskan sia-sia dan harga pangan tidak kunjung turun.

Food Waste telah menjadi masalah global yang berpengaruh pada lingkungan, masyarakat, dan ekonomi, sehingga penanganannya membawa berbagai manfaat dan sangat mendesak. Berbagai upaya telah dilakukan, baik dalam level nasional, regional, maupun internasional. Tentunya yang paling menonjol dari upaya pengentasan food waste adalah framework Sustainable Development Goals oleh PBB pada tahun 2015 yang menjadi landasan kebijakan setiap negara yang menyepakatinya untuk melawan masalah limbah makanan di masing-masing negara.

Source: don`t waste group

Tujuan 12 dari Sustainable Development Goals (SDGs) yang dibuat oleh PBB menuntut pola konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab agar dapat menjamin keberlangsungan hidup generasi sekarang maupun generasi-generasi kedepannya. Perwujudan tujuan 12 ini mengharuskan penanganan food waste secara global maupun lokal untuk memastikan keberlanjutan sistem pangan di seluruh dunia. Target yang harus tercapai dalam tujuan poin 12 SDGs pada tahun 2030, yakni mampu mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam secara sustainable dan efisien tanpa membuang yang tidak perlu, berusaha mengurangi setengah limbah makanan setiap tahunnya secara global di ranah ritel dan rumah tangga serta mengurangi kehilangan makanan sepanjang rantai pasok dan produksi. Selain itu, harapannya food waste dapat dikurangi melalui pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali dalam konteks ekonomi sirkuler. Dengan sisa enam tahun untuk mencapai target tersebut, penanganan food waste semakin mendesak bagi komunitas internasional, tetapi melihat pada sifat kesepakatan PBB yang tidak mengikat dan hanya berupa rekomendasi atau landasan kebijakan, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara di dunia dalam menghadapi masalah food waste-nya dengan kapasitas dan kondisi masyarakatnya masing-masing.

Efforts From Indonesian Government

Indonesia telah menetapkan payung hukum dalam pengelolaan limbah dan lingkungan hidup melalui Undang-undang No.18 Tahun 2008 terkait Pengelolaan Sampah dan Undang-undang No.32 Tahun 2009 terkait dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, dengan semua payung hukum tersebut, tetap saja tanpa penegakan hukum yang tegas, masalah food waste terus akan membawa dampak buruk, seperti meningkatnya emisi gas rumah kaca, hilangnya perputaran ekonomi dalam rantai produksi makanan dari sumber dayanya hingga distribusinya.

Source: @Menlu RI on X

Sebagai negara yang ikut serta dalam menyepakati agenda SDGs 2015, tentunya Indonesia meningkatkan komitmen untuk mengurangi angka food waste dan pengelolaannya. Salah satunya terdapat dalam policy brief yang dikeluarkan oleh Indonesia dalam kemitraan bersama dengan UN PAGE pada tahun 2021 dengan berfokus pada reformasi kebijakan untuk mengurangi food waste dan kebijakan pembangunan rendah karbon. Di satu sisi, terdapat 26 juta orang Indonesia menghadapi kerentanan pangan dan hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem, tetapi di sisi lain, terdapat 115–184 kg makanan yang terbuang setiap tahunnya dari tahun 2000 hingga 2019 sehingga hal ini tentunya menyebabkan berbagai masalah, seperti kemiskinan, food insecurity, dampak ekonomi dari limbah makanan, serta masalah lingkungan yang ditimbulkannya (UN PAGE, 2021).

Pemerintah Indonesia berusaha mengurangi kehilangan pascapanen untuk meningkatkan produksi pangan tanpa menambah jumlah input produksi, seperti pupuk kimia, pestisida, dan lain-lain sehingga angka limbahnya dapat dikurangi dari 10% menjadi 3% melalui combine harvester yang dapat melakukan berbagai tugas sekaligus, seperti memanen, membersihkan, dan mengantongi hasil panen dalam satu operasi yang dapat membantu mengurangi kehilangan pascapanen dengan didukung oleh dana bantuan dari pemerintah (UN PAGE, 2021). Selain itu, pemerintah dapat melakukan penyuluhan untuk memperbaiki kesadaran masyarakat tentang perlunya menjaga pola konsumsi secara tidak mubazir dengan memberikan label pangan dan edukasi perubahan perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi makanan secara bijak, serta memberikan insentif bagi pekerja yang bekerja di bidang pangan untuk pengurangan limbah makanan. Pemerintah melalui Perpres №35 Tahun 2018 juga akan membangun instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik atau PLTSa yang akan dibangun di dua belas kota dengan memanfaatkan limbah makanan menjadi biogas yang selanjutnya dapat diolah menjadi energi listrik sebagai upaya pengurangan limbah makanan di Indonesia.

Salah satu bukti yang menonjol dari masalah food waste di Indonesia adalah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang yang semakin mengkhawatirkan dengan timbunan sampah diibaratkan sudah setinggi bangunan 16 lantai (Hardiantoro & Pratiwi, 2023). Pada tahun 2022, Bantar Gebang menerima 7.500 ton sampah per harinya dengan proporsi material organik, seperti limbah makanan dan sampah kebun menyumbang 50%, plastik 23%, dan kertas 17%. Pemerintah membangun landfill mining dan refuse derived fuel atau RDF plant pada tahun 2023 di Bantar Gebang untuk mengurangi limbah makanan yang sudah terdekomposisi sehingga dapat diproses dengan lebih mudah untuk pembuatan kompos dan RDF atau bahan bakar alternatif yang berasal dari residu. Pembangunan landfill mining dan RDF plant diharapkan dapat mengurangi sampah hingga 2.000 ton per hari dan menghasilkan RDF sekitar 700–750 ton/hari (Panji et al., 2022).

Efforts From Non-State Actors

Source: Gatra.com

Sebagai permasalahan lintas sektor, tentu saja pemerintah tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk menangani masalah food waste sendirian sehingga diperlukan bantuan dan kolaborasi dari berbagai aktor dalam berbagai level, baik lokal, nasional, dan internasional. Hal ini terlihat pada keberadaan food waste yang terus meningkat setiap tahunnya dengan volume sampah TPST yang semakin meningkat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memanfaatkannya secara mandiri dengan membuka peternakan maggot yang memakan limbah makanan. Makanan tersebut kemudian diproses menjadi larva berprotein tinggi dan pestisida organik untuk dijual larva tersebut kepada pembuat pakan ternak dan ikan. Perputaran sampah dan produksi peternakan tersebut mencapai 5–6 ton limbah makanan per hari dan memproduksi sekitar 250 kilogram larva kering.

Terdapat juga beberapa NGOs yang berdedikasi dalam mengurangi tingkat food waste di Indonesia dengan cara mengumpulkan makanan-makanan berlebih dan berpotensi terbuang yang masih bernilai untuk kemudian dibagikan secara cuma-cuma kepada orang yang kurang beruntung, seperti yang dilakukan oleh organisasi Food Bank of Indonesia kepada anak-anak dan ibu-ibu atau Food Bank Bandung untuk meningkatkan angka literasi dengan berfokus pada anak-anak yang tidak mampu bersekolah secara layak. Selain itu, terdapat juga FoodCycle Indonesia, anggota The Global Foodbanking Network yang tersebar di 32 negara. Organisasi tersebut berfokus pada gerakan pencegahan food waste dengan melakukan kampanye food rescue dan memperkenalkan pentingnya isu food waste kepada publik sehingga diharapkan dapat meningkatkan public awareness terkait tindakan mubazir yang masih dianggap sepele sembari memberikan bantuan makanan bagi ibu hamil untuk menurunkan angka stunting. Secara lebih lanjut, terdapat juga Intergovernmental Organisations yang terlibat dalam isu food waste di Indonesia yang berperan memberikan rekomendasi kebijakan dan bekerja sama dengan pemerintah Indonesia di berbagai level. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan pengelolaan dan manajemen sampah. Organisasi internasional juga dapat memberikan laporan terkait keamanan pangan, nutrisi, manajemen sampah, kondisi food waste, seperti yang dilakukan oleh United Nations Environment Program dan United Nations International Children’s Emergency Fund atau UNICEF sehingga pemerintah dapat menerima laporan tersebut dan menjadi input dalam proses politik sebagai bagian dari penyampaian aspirasi melalui bukti-bukti yang proper dari organisasi internasional.

Conclusion

Source: Eco-business

Bantar Gebang dapat dikatakan sebagai miniatur dari limbah makanan global di mana setiap tahunnya jumlah limbah makanan terus meningkat dan akan menjadi bom waktu jika tidak ada tindakan atau kebijakan dari pemerintah dan masyarakat yang terlibat. Hal serupa terjadi dengan limbah makanan global yang angkanya telah mencapai 931 juta ton setiap tahunnya. Food waste menyebabkan masalah dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk mengatasi masalah food waste yang tiap tahun semakin tidak terkontrol, maka PBB pada tahun 2015 memasukkan isu limbah makanan ke dalam framework SDGs mereka yang kemudian disepakati oleh seluruh anggota PBB untuk menjadi landasan pembangunan mereka selanjutnya. Indonesia sebagai negara penghasil limbah makanan terbesar se-ASEAN dan penghasil limbah makan terbesar kedua di dunia per tahunnya, menyepakati agenda SDGs dan memasukkan isu food waste ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020–2024 dengan komitmen pada Pembangunan Berkelanjutan, berkolaborasi dengan berbagai stakeholder untuk mengatasinya karena sifatnya yang lintas sektoral. Pembangunan berkelanjutan yang berdasar pada Sustainable Development Goals 2015 menjadi landasan framework terhadap semua aktor (negara, organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, dan aktor individu) dalam mengatasi food waste, baik dalam tingkat lokal, nasional, maupun global. Namun, jika kita lihat datanya sejauh ini, program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah masih jauh dari target karena kurangnya penegakan hukum yang berlaku serta kurangnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat umum yang memang kesadarannya kurang mengenai limbah makanan. Oleh sebab itu, diharapkan pemerintah untuk dapat memperkuat komitmennya dengan adanya political will untuk memperhatikan masalah food waste di Indonesia dengan berlandaskan pada SDGs sehingga dapat mencapai target yang telah ditentukan dan generasi selanjutnya tidak mengalami kelaparan dan food insecurity yang dapat menurunkan harkat dan martabat hidup mereka sebagai manusia.

Penulis

Dippo Alam Satrio (HI’22), Kayla Prabaswari Wiyono (HI’23), Sajid Dhiyaurrahman Djunaedy (HI’23)

Editor

Citra Ayu Maharani (HI’22), dan Rivandi Gusniar (HI’22)

Referensi

Data-Data TPST Bantargebang | UPST DLH DKI Jakarta. (n.d.). https://upstdlh.id/tpst/data

Dlewis. (2021, September 23). The World’s Food Waste Problem is Bigger than We Thought. Vision of Humanity. https://www.visionofhumanity.org/global-food-waste-problem-is-bigger-than-we-thought/

Fadlurrohman, F. (2023, June 27). The majority of waste in Indonesia is food waste. kompas.id. https://www.kompas.id/baca/english/2023/06/27/en-mayoritas-sampah-di-indonesia-adalah-sampah-makanan

Farahdiba, A. U., Warmadewanthi, I., Fransiscus, Y., Rosyidah, E., Hermana, J., & Yuniarto, A. (2023). The present and proposed sustainable food waste treatment technology in Indonesia: A review. Environmental Technology & Innovation, 32, 103256. https://doi.org/10.1016/j.eti.2023.103256

Food Loss & Food Waste: Ketika Makanan yang Terbuang Menjadi Masalah Bagi Lingkungan — ENVIHSA FKM UI. (2022, May 25). https://envihsa.fkm.ui.ac.id/2022/05/25/food-loss-food-waste-ketika-makanan-yang-terbuang-menjadi-masalah-bagi-lingkungan/

Food waste. (2022, November 30). The Nutrition Source. https://www.hsph.harvard.edu/nutritionsource/sustainability/food-waste/

Haryanti, N. (2023, June 26). Indonesia is the biggest contributor of food waste throughout ASEAN. INFID. Retrieved April 17, 2024, from https://infid.org/en/indonesia-penyumbang-sampah-makanan-terbanyak-se-asean/

Lestari, A. P. (2022, January 31). Kelola Mubazir Pangan/Food Loss and Waste (FLW) untuk Mendukung Pembangunan Rendah Karbon dan Ekonomi Sirkular di Indonesia — LCDI. Low Carbon Development Indonesia. Retrieved April 17, 2024, from https://lcdi-indonesia.id/2022/01/31/kelola-mubazir-pangan-food-loss-and-waste-flw-untuk-mendukung-pembangunan-rendah-karbon-dan-ekonomi-sirkular-di-indonesia/

Panji, T., Khairunisa, S., Muamar, A., & Madina, K. (2022, October 20). Landfill Mining dan RDF Plant di TPST Bantargebang untuk Atasi Sampah Jakarta. Green Network Asia. Retrieved April 17, 2024, from https://greennetwork.id/unggulan/landfill-mining-dan-rdf-plant-di-tpst-bantargebang-untuk-atasi-sampah-jakarta/

Post, J. (2023, February 22). Developing Indonesia’s circular economy from Bantar Gebang trash mountain — Academia — The Jakarta Post. The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/opinion/2023/02/22/developing-indonesias-circular-economy-from-bantar-gebang-trash-mountain.html

Putri, R. A., Rinold, S. R., Adeline, V., & Wardani, D. C. (n.d.). Indonesia as the second largest food waste contributor in the world. TFI. https://student-activity.binus.ac.id/tfi/2022/09/indonesia-as-the-second-largest-food-waste-contributor-in-the-world/

Santeramo, F. G. (2021). Exploring the link among food loss, waste and food security: what the research should focus on? Agriculture & Food Security, 10(1). https://doi.org/10.1186/s40066-021-00302-z

Siagian, R. T. P. (2003). Dampak sosial operasionalisasi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Bantargebang terhadap kesejahteraan masyarakat : Studi kasus pada masyarakat kelurahan Ciketing Udik, Cikiwul dan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat [Universitas Indonesia]. https://lib.ui.ac.id/detail?id=73266&lokasi=lokal

Taylor, M. (2023, December 31). Indonesia’s ‘fly guy’ finds grubby fix for Jakarta’s food waste. Wikipedia. Retrieved April 17, 2024, from https://www.irishtimes.com/world/asia-pacific/2023/12/31/indonesias-fly-guy-finds-grubby-fix-for-jakartas-food-waste/

The world’s food waste problem is bigger than expected — here’s what we can do about it. (2021, March 26). World Economic Forum. https://www.weforum.org/agenda/2021/03/global-food-waste-solutions/

United Nations. (n.d.). Food Loss and waste Reduction | United Nations. https://un.org/en/observances/end-food-waste-day

UN: 17% of all food available at consumer levels is wasted. (n.d.). UN Environment. https://www.unep.org/news-and-stories/press-release/un-17-all-food-available-consumer-levels-wasted#:~:text=Nairobi%2FParis%2C%204%20March%202021%20%E2%80%93%20An%20estimated%20931,global%20efforts%20to%20halve%20food%20waste%20by%202030.

UN PAGE. (2021). Ringkasan Eksekutif : Reformasi Kebijakan untuk Mengurangi Food Loss & Waste dan Mendukung Implementasi Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon di Provinsi Jawa Barat-Indonesia. UN PAGE. Retrieved April 16, 2024, from https://www.un-page.org/static/879909312462f954fd117d2a0122f1d3/2021-indonesia-policy-brief-food-loss-and-waste-flw-policy-scoping-west-java-province-en.pdf

--

--

Kajima HIMA HI UNPAD
Kajima HIMA HI UNPAD

Written by Kajima HIMA HI UNPAD

Departemen Kajian dan Keilmuan hadir untuk mengangkat dan mengulas berbagai isu Hubungan Internasional yang sesuai dengan perkembangan zaman

No responses yet