Arctic Showdown: The New Cold War Over Frozen Riches
Pendahuluan
Samudra Arktik mencakup ⅙ dari permukaan bumi dan terletak di ujung paling utara di bumi, menjadikannya wilayah paling luas dan terpencil di dunia dengan posisi geografis dan fitur iklim yang khas. Salah satu karakteristik unik dari Arktik adalah ⅖ wilayahnya yang tertutup oleh salju dan es permanen (permafrost). Secara historis, kawasan ini sangat sulit untuk dijangkau dan minim aktivitas manusia. Hukum internasional menganggap wilayah ini sebagai ruang laut di bawah UNCLOS. Namun, negara-negara Arktik memiliki yurisdiksi tertentu seperti laut teritorial, zona ekonomi eksklusif (ZEE), dan delimitasi landas kontinen.
Di kawasan ini, terdapat joint operation dalam bentuk forum antarpemerintah (IGO) yang disebut Arctic Council, beranggotakan delapan negara; Amerika Serikat, Denmark, Finlandia, Islandia, Kanada, Norwegia, Rusia, dan Swedia. Operasi Arctic Council bertujuan menanggapi masalah lingkungan, perubahan iklim, serta pembangunan berkelanjutan dan penelitian ilmiah. Wilayah Arktik bercorak perdamaian dan stabilitas karena adanya penghormatan terhadap hukum internasional, kerja sama yang didasarkan pada kepentingan bersama, pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab, dan pembangunan institusi yang cerdas (Brende, 2016). Akan tetapi, kerja sama ini tidak dapat mencegah persaingan atas sumber daya dan sengketa klaim teritorial maupun yurisdiksi di Samudra Arktik.
Samudra Arktik yang tertutup oleh es sulit dimanfaatkan secara efektif. Namun, kawasan ini didambakan karena deposito minyak dan gas alam yang berlimpah, begitu pula dengan kekayaan atas berbagai jenis mineral. Kawasan ini merupakan tembang emas dari 13% minyak dunia dan 30% gas alam yang belum ditemukan (National Geographic Society, 2014). Sayangnya, deposito mineral seperti bijih nikel dan tembaga seringkali terkubur di bawah es tebal dan laut dalam Samudra Arktik. Ini menghalangi operasi penambangan dan pengeboran karena proses semakin bergantung pada cuaca. Selain kekayaan tambang, Arktik memiliki potensi perikanan yang istimewa, rute pelayaran yang menguntungkan, serta potensi untuk menciptakan wahana pariwisata baru dan unggul. Kawasan yang lama terbengkalai sekarang telah menjadi wilayah yang strategis dan dapat dikembangkan. Pemicu utama perubahan status quo tersebut merupakan fenomena perubahan iklim.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemanasan global di kutub mulai disoroti oleh dunia, memunculkan pemikiran yang kelam tentang mencairnya es dan naiknya permukaan air laut. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kawasan ini mengalami pemanasan yang jauh lebih cepat daripada kawasan lain di dunia, bahkan hampir dua kali lipat dari suhu global (Watson, 2009). Fakta ini terbukti lebih lanjut melalui luas es laut yang menyusut dengan cepat, mencapai rekor terendah dalam luas es laut maksimum pada musim dingin sekaligus luas es laut minimum pada musim panas (National Geographic Society, 2023).
Namun, bagi negara-negara oportunis, mencairnya es merupakan harapan baru untuk kemakmuran ekonomi. Negara-negara yang berkepentingan di kawasan ini berusaha untuk mempertahankan dan memperkuat klaim teritorial mereka karena adanya pembukaan jalan baru menuju cadangan minyak dan gas serta rute pelayaran baru. Menurut para ahli, ada kemungkinan Samudra Arktik akan mengalami musim panas tanpa es pada tahun 2050.
Arktik tanpa es berimplikasi terbukanya laut yang lima kali lebih besar dari Laut Mediterania. Cakupan es di Arktik juga telah berkurang 65% dari tahun 1979, sehingga mempermudah bagi jalur perdagangan laut di benua Asia dan Eropa pada tahun 2030 nanti. Lalu, pada tahun 2040, Rute Laut Utara dapat dibuka secara penuh dan dapat memberikan rute perdagangan yang lebih efisien dari segi energi. Maka dari itu, masa depan Arktik dari segi ekonomi sangatlah cerah. Penyusutan es menyediakan rute pelayaran baru untuk travel dan perdagangan. Kombinasi perubahan iklim dan kemajuan teknologi memungkinkan terciptanya jalur perairan yang dapat diakses sepanjang tahun. Northwest Passage atau Jalur Barat Laut diprediksi menjadi jalur alternatif bagi Kanal Suez dan mempersingkat lima ribu mil atau seminggu waktu pelayaran. Karena mencairnya es juga membantu kapal besar dan berat untuk tembus, keuntungan perdagangan dan pariwisata pun meningkat. Pada tahun 2016, sebuah kapal pesiar mewah berisi 1.500 wisatawan melakukan perjalanan melalui Northwest Passage untuk pertama kalinya.
Perkembangan ini menimbulkan ketegangan geopolitik yang meluas dan merupakan tantangan untuk keamanan di Arktik. Ketertarikan masyarakat internasional terhadap wilayah Arktik semenjak terjadinya Perang Dunia II terus meningkat. The Race for the Arctic merupakan perwujudan dari konflik persaingan kedaulatan untuk memperebutkan sumber daya alam dan keuntungan ekonomi. Berbagai negara berniat mengklaim hak kedaulatan atas wilayah tersebut, didorong juga oleh pemain global seperti Cina dan Eropa. Dalam ketidakpastian dan kepentingan ekonomi yang saling bertentangan, peningkatan militerisasi adalah salah satu dampak dari keinginan untuk melindungi kepentingan nasional.
Part 1: Economy Sector
Miskonsepsi umum terhadap Arktik adalah seberapa terkenalnya daerah tersebut dengan keindahan dataran es dan luas lautan di sekitarnya. Namun, Arktik telah dianggap sebagai salah satu sumber ekonomi terbesar dari delapan negara terbesar di dunia, yaitu Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia, Rusia, dan Amerika Serikat. Arktik sendiri memiliki luas 18 kilometer persegi, lebih luas dari Amerika Selatan. Bahkan, data dari Guggenheim Investments menyatakan bahwa aktivitas ekonomi yang berasal dari Arktik sampai sekarang bisa mencapai US$500 miliar per tahunnya, lebih besar dari pertumbuhan ekonomi di Belgia, Polandia, atau Thailand.
Meskipun jarang didengar, fakta aslinya adalah Arktik memiliki peran yang besar dalam memfasilitasi energi, mineral, dan bahkan pasokan makanan dunia. Kawasan ini juga menjadi salah satu pusat dari perkembangan bidang bioteknologi, memberikan tempat untuk penelitian ilmiah untuk keberlanjutan bumi. Negara seperti Norwegia dan Islandia dapat mengubah sumber daya listrik mereka secara keseluruhan dengan sumber daya yang dapat diperbaharui dari Arktik, yaitu es yang telah meleleh menjadi air.
Potensi Arktik yang tidak terbatas ini telah dipantau oleh negara-negara besar di sekitarnya seperti Rusia, Amerika Serikat, dan Norwegia. Namun, perlu diingat bahwa Arktik sampai Kutub Utara berada di bawah naungan hukum internasional sebagai ruang bebas internasional yang bisa digunakan oleh negara-negara dengan memperhatikan hak penggunaan negara lain. Mengikuti United Nations Convention on the Law of the Sea atau Konvensi PBB terhadap Hukum Laut (UNCLOS) yang telah diselenggarakan pada tahun 1982, negara-negara dengan batasan kontinental yang luas seperti Rusia dapat menegaskan posisinya dalam negosiasi untuk memperluas landas kontinen pantai negara hingga seluruh batas benua dan sekitarnya. Dengan catatan bahwa 21 anggota dari Komisi Batas Landas Kontinen PBB atau Commission on the Limits of Continental Shelf (CLCS) akan menilai apakah negara tersebut dapat memperluas sampai 200 mil laut.
Dengan ini, Rusia menjadi negara pertama untuk mengirim permintaan untuk perluasan sampai cekungan Samudra Arktik yang membuat Amerika Serikat bereaksi. Amerika berargumen bahwa Punggung Bukit Lomonosov, yang berada di Kutub Utara, merupakan sebuah lokasi yang bukan bagian dari batas kontinental negara manapun. Pada tahun 2006, Norwegia juga menyerahkan permintaan kepada CLCS berkaitan dengan area Arktik dan mendapatkan rekomendasi tiga tahun kemudian. Seperti sebelumnya, permintaan ini juga mendapatkan reaksi dari Spanyol yang sudah mengklaim sekitar Kepulauan Svalbard yang dilindungi oleh Perjanjian Svalbard. Namun, Norwegia berargumen bahwa perjanjian tersebut hanya menyebutkan laut teritorial dan tidak memasukkan Zona Ekonomi Eksklusif di sekitar Svalbard. Negara lain yang ikut menyerahkan permintaan kepada CLCS adalah Islandia pada tahun 2009 yang disusul oleh Kanada pada tahun 2013 dan Denmark pada tahun 2014.
Penyerahan permintaan yang terus menerus kepada CLCS ini mencerminkan betapa berharganya kawasan Arktik dari segi ekonomi. Negara-negara besar di Eropa, Rusia, dan Amerika Serikat memberikan pertarungan yang sengit untuk mendapatkan keuntungan yang paling besar dari kawasan yang seharusnya menjadi barang umum internasional tersebut. Sampai sekarang, pertarungan tersebut menjadi semakin sengit. Negara-negara lain berusaha untuk mengambil kesempatannya dengan Rusia yang masih mengalami konflik dengan Ukraina.
Part 2: Military Sector
Mencairnya es di Samudra Arktik tidak hanya memicu lahirnya persaingan ekonomi antarnegara, melainkan juga persaingan militer. Tentu negara-negara di dunia dapat berkata bahwa mereka tidak menginginkan adanya persengketaan di daerah es ini, tetapi tetap saja negara-negara sekitar Samudra Arktik memperkuat aktivitas militernya di sana. Arktik, yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah tentu membuat negara disekitarnya saling bersaing memperebutkannya demi meningkatkan perekonomian dan lapangan kerja baru. Persaingan ekonomi yang terjadi lama kelamaan dapat berubah menjadi persaingan militer. Aktivitas-aktivitas militer dari negara-negara sekitar Arktik telah terlihat semakin mencolok akhir-akhir ini. Negara sekitar memperkuat militernya di utara, patroli laut dan udara, dan kerjasama militer antar pihak-pihak yang bersaing mulai menonjol. Hal ini disebabkan negara-negara sekitar ingin mengamankan daerah yang kaya akan sumber daya ini tanpa adanya intervensi dari negara lain
Sejak tahun 2005, Rusia diketahui telah mulai mengaktivasi ulang markas militer era-Soviet, memperkuat angkatan lautnya, angkatan udara, dan meningkatkan aktivitas angkatan daratnya, serta mengembangkan misil jarak jauh yang tidak dapat terdeteksi (Gronholt-Pedersen & Fouche, 2022). Menurut Ketil Olsen, mantan representatif militer Norwegia di NATO dan EU, dibutuhkan setidaknya sepuluh tahun untuk mengejar Rusia di Arktik. Ia menyebut Arktik sebagai daerah gelap di peta.
Pada bulan Juli, Presiden Rusia, Vladimir Putin melancarkan strategi baru untuk mengamankan Arktik dari ancaman eksternal (NATO) dengan segala cara. Rusia biasanya melaksanakan tes penangkal nuklir di Arktik pada musim gugur. Akan tetapi, tahun 2022, Rusia melaksanakannya pada 19 Februari, 5 hari sebelum invasi ke Ukraina (Gronholt-Pedersen & Fouche, 2022). Tidak hanya itu, Rusia juga memiliki jumlah markas yang lebih banyak dibandingkan NATO di Arktik. Rusia telah mengaktivasi ulang markas dan landasan pacu era-Soviet serta meningkatkan aktivitas pesawat tempurnya di Arktik. Pada Maret 2021, sepasang pesawat tempur MiG-31 Foxhound telah melakukan penerbangan dari Nagurskoye menuju Kutub Utara dan kembali lagi. Pada tahun 2023, dua pengebom strategis Rusia yang dapat membawa nuklir, Tupolev Tu-160, yang saat itu dikawal oleh beberapa pesawat tempur multiperan Rusia, Sukhoi Su-35 Flanker-E melaksanakan penerbangan di Samudra Arktik selama 8 jam. Tentu aktivitas udara Rusia dalam beberapa tahun terakhir meresahkan NATO. Akan tetapi, semenjak Rusia menginvasi Ukraina, militer Rusia lebih difokuskan dan dialihkan dari Arktik menjadi ke Ukraina. Sehingga ini mungkin kesempatan yang sempurna bagi NATO untuk menyeimbangkan kekuatan di Arktik. Ditambah lagi semenjak Finlandia dan Swedia bergabung dengan NATO, 7 dari 8 negara Arktik telah menjadi anggota NATO, sehingga mungkin saja di masa depan keuntungan yang ada di Arktik telah memihak ke NATO.
Bergabungnya Swedia dan Finlandia ke NATO tentunya memberikan dampak yang signifikan terhadap aktivitas NATO di Arktik. Pada Maret 2024, lebih dari 20.000 tentara NATO yang berasal dari tiga belas negara, termasuk Finlandia, Swedia, dan Amerika Serikat, termasuk lebih dari 50 fregat, kapal selam, dan lebih dari 110 pesawat tempur, berpartisipasi dalam Nordic Response 2024 Exercise di Norwegia. Latihan militer dari pasukan NATO ini dimaksudkan untuk meningkatkan kehadiran NATO di Arktik dan persiapan menghadapi ancaman Rusia.
Tidak hanya Nordic Response 2024 Exercise, Amerika Serikat sendiri memiliki sebuah program latihan tempur angkatan udara dengan sekutunya di Alaska. Program ini dinamakan Red Flag-Alaska. Red Flag-Alaska merupakan latihan tempur udara selama sepuluh hari yang dilaksanakan tiga hingga empat kali setahun di Pangkalan Udara Eielson dan Pangkalan Udara Elmendorf. Latihan tempur dengan negara-negara sekutu ini dimaksudkan untuk persiapan tempur serta upaya melindungi kedaulatan Alaska dan perdamaian di Arktik. Ciri khas dari kegiatan ini merupakan adanya Skuadron Aggressor milik Amerika Serikat. Skuadron Aggressor merupakan skuadron angkatan udara Amerika Serikat yang khusus dilatih untuk bertindak sebagai ‘lawan’ pada latihan seperti Red Flag-Alaska. Skuadron Aggressor menggunakan taktik, teknik, dan prosedur ‘musuh’ (Rusia) untuk memberikan simulasi pertempuran udara yang realistis (bukan latihan melawan pasukan sendiri). Sehingga tidak mengejutkan apabila kita melihat pesawat tempur Amerika Serikat seperti F-16 menggunakan kamuflase Rusia dan memiliki lambang bintang merah Rusia.
Part 3: Vostok Oil & China Rises
Vostok Oil merupakan proyek minyak berskala besar milik Rusia di kawasan Arktik yang bertujuan untuk menyatukan ladang minyak dan gas terbesar di wilayah Krasnoyarsk serta menciptakan infrastruktur untuk pengembangan dan transportasi minyak. Melansir Portal Investasi Zona Arktik Federasi Rusia, ladang minyak dan gas dari proyek ini menyimpan 2,6 miliar ton minyak dan berpotensi untuk memproduksi hingga 100 juta ton minyak per tahun. Meskipun diproyeksikan dengan citra yang menggiurkan secara ekonomis, proyek Vostok Oil memerlukan pembangunan infrastruktur yang menguras setidaknya 10 triliun ruble. Tapi terlepas dari biaya dan keperluan investasi, para ahli percaya proyek ini akan tetap menguntungkan bagi Rusia.
Wilayah Arktik telah lama dianggap sebagai kawasan di mana ketegangan politik global dapat dimediasi dengan damai, dipuji dengan frase Arctic Exceptionalism. Namun, serangan Rusia terhadap Ukraina pada Februari 2022 mengubah dinamika antara delapan negara Arktik sekaligus mempersulit perwujudan proyek Vostok Oil. Tujuh negara Arctic Council lainnya memutuskan untuk menghentikan kerja sama dengan Rusia dan menganggap mereka sebagai ancaman bagi keamanan dan kerja sama regional.
Padahal, dokumen-dokumen yang mengatur kebijakan Arktik Rusia menekankan prioritas sosial dan ekonomi. Zona Arktik Federasi Rusia (AZRF) menyediakan sekitar 70% gas dan 17% minyak (Konyshev, 2022). Jadi, Rusia berfokus pada kerja sama internasional di Arktik di semua bidang dan tidak pernah berniat menyelesaikan perselisihan regional dengan instrumen militer. Akan tetapi, negara-negara barat telah menunjukkan keberpihakan mereka, sehingga Rusia mencari dukungan dari negara-negara kawasan timur dan selatan.
Selama dekade terakhir, Cina semakin tertarik pada situasi ekonomi dan politik di Arktik. Keterlibatan regional Cina yang terus meningkat telah lama menimbulkan spekulasi dan kekhawatiran di antara negara-negara Arktik. Keamanan tradisional, tatanan multipolar dan persaingan major powers adalah konsep yang muncul dalam diskusi keamanan Arktik terutama karena ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Cina. Menanggapi perang Rusia-Ukraina, AS dan Uni Eropa menetapkan sanksi tegas yang berdampak besar pada ekonomi Rusia.
Meskipun Cina tidak bergabung dengan Rusia dalam pemungutan suara untuk mengakhiri perang Ukraina, negara tirai bambu mengkritik sanksi-sanksi Barat terhadap Rusia. Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Cina mengemban misi penting untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan di Arktik (Kantor Informasi Dewan Negara RRC, 2018). Meskipun perang belum meluas ke wilayah Arktik, perang ini memengaruhi tatanan geopolitik dan keamanan Arktik. Bagi Cina, kolaborasi dengan Rusia merupakan kesempatan sekaligus tantangan, sehingga perlu ditangani dengan hati-hati agar tidak dikucilkan negara-negara Arktik lainnya.
Polar Silk Road atau Jalur Sutra Kutub ditambahkan ke dalam proyek Belt and Road Initiative (BRI) pada tahun 2017. Sejauh ini, pengembangan koridor ekonomi biru di Arktik mengarah pada peningkatan hubungan bilateral antara Rusia dan Cina, terutama melalui ekspor LNG ke Cina. Pengembangan koridor ekonomi di kawasan ini mengistimewakan hubungan bilateral antara Cina dan Rusia. Cina kemungkinan besar akan mengadopsi pendekatan yang pragmatis terhadap kebijakan luar negerinya — di satu sisi mempertahankan kerja sama ekonomi dan energi dengan Rusia serta Polar Silk Road, dan di sisi lain terus terlibat dengan upaya regional Arctic Council.
Kesimpulan
Perubahan iklim menyebabkan Arktik menjadi kawasan yang mempunyai potensi besar dari segi ekonomi dan menarik perhatian dari perkumpulan negara besar di Barat. Selain menjadi jalur perdagangan yang mempermudah negara-negara di Asia dan Eropa, Arktik juga mempunyai kemampuan untuk menjadi sumber daya yang bisa diperbaharui untuk Norway dan Islandia. Potensi ini didukung dengan penghasilan dari Arktik yang bisa mencapai US$500 miliar per tahunnya. Alasan-alasan ini menyebabkan para negara besar di Barat untuk memperebutkan kawasan ini dengan mengirimkan permintaan perluasan kawasan sampai perbatasan Arktik.
Akhir-akhir ini, aktivitas militer antara NATO dan Rusia telah meningkat. Sejak 2005, Rusia telah mengaktifkan ulang markas-markas militer serta landasan pacu era-Soviet. Tidak hanya itu, dalam beberapa tahun terakhir juga terdapat aktivitas-aktivitas militer, terlebih lagi di udara, yang meresahkan NATO. Maka dari itu, setelah bergabungnya Finlandia dan Swedia ke NATO, Nordic Response 2024 Exercise diadakan sebagai latihan upaya menghadapi Rusia di Arktik apabila diperlukan. Tidak hanya itu, Amerika Serikat juga telah melaksanakan latihan angkatan udara dengan sekutunya di Alaska yang dinamai Red Flag-Alaska
Vostok Oil, projek minyak yang dipimpin oleh Rusia, kehilangan dukungan dari negara-negara lain karena konflik Rusia-Ukraina yang tak kunjung selesai. Hal ini memicu Rusia untuk mencari dukungan dari kawasan timur dan selatan. Cina, yang selama ini menunjukkan ketertarikan terhadap potensi Arktik, mulai menunjukkan keberpihakannya dengan mengkritik sanksi yang diturunkan oleh negara-negara Barat kepada Rusia. Namun, bagi Cina, hubungan dengan Rusia bisa menjadi pisau bermata dua, sehingga dibutuhkan kehati-hatian dalam menjalankan hubungan tersebut.
Persengketaan untuk memperebutkan Arktik yang berpotensi tinggi ini mulai menimbulkan banyak pertanyaan. Siapa yang akan memiliki Arktik nantinya? Apakah kawasan tersebut tetap menjadi milik bersama? Atau sebuah kekuatan besar hasil dari kolaborasi negara-negara berpengaruh dapat mengklaim Arktik nantinya? Akhir dari persengketaan ini belum bisa dipastikan, namun yang pasti, seiring perubahan iklim terus melelehkan gunungan es di Arktik, potensi kawasan tersebut semakin tinggi beriringan dengan tensi antarnegara.
Penulis
Fauzan Ilman Firdaus (HI’23), Amelia Rahma Putri Aldrin (HI’23), dan Alifia Pilar Alya Hasani (HI’23)
Editor
Citra Ayu Maharani (HI’22), dan Rivandi Gusniar (HI’22)
Referensi
Admetlla, M. J., Mignogna, M., & Ziebart, D. (2024, January 3). The Arctic race for resources amidst climate concerns. ITSS Verona. https://www.itssverona.it/the-arctic-race-for-resources-amidst-climate-concerns
Brende, B. (2016, May 10). The Arctic is a paragon of peace and stability. The Parliament Magazine. https://www.theparliamentmagazine.eu/news/article/the-arctic-is-a-paragon-of-peace-and-stability/
Chen, C. (2023, April 4). China-russia arctic cooperation in the context of a divided Arctic. The Arctic Institute — Center for Circumpolar Security Studies. https://www.thearcticinstitute.org/china-russia-arctic-cooperation-context-divided-arctic/
Forsvaret. (2024, May 14). Nordic Response 2024. Forsvaret. https://www.forsvaret.no/en/exercises-and-operations/exercises/nr24
Gronholt-Pedersen, J., & Fouche, G. (2022). Dark Arctic: NATO allies wake up to Russian supremacy in the region. Reuters. https://www.reuters.com/graphics/ARCTIC-SECURITY/zgvobmblrpd/
Guggenheim Investments. (n.d.). The Arctic: One of the last great economic frontiers. The Arctic: One of the Last Great Economic Frontiers | Guggenheim Investments. https://www.guggenheiminvestments.com/institutional/firm/sustainable-investing-esg/arctic-is-one-of-the-last-great-economic-frontiers
JOYNER, C. C. (1991). Ice-Covered Regions in International Law. Natural Resources Journal, 31(1), 213–242. http://www.jstor.org/stable/24883619
Koch, W. (2014, December 17). Denmark Eyes North Pole, but How Much Oil and Gas Await? National Geographic Society. https://www.nationalgeographic.com/science/article/oil-natural-gas-denmark-north-pole-arctic
Koivurova, T. (n.d.). Contemporary Issues in the Circumpolar North: Comparative Policy Analysis and the Circumpolar North. Comparative Policy Analysis and the Circumpolar North. https://www.uarctic.org/media/1596810/cs-332-4-koivurova-international-law.pdf
Konyshev, V. (2022). Can the Arctic remain a region of international cooperation in the context of the Ukrainian Crisis?. Arctic Yearbook — Arctic Yearbook. https://arcticyearbook.com/arctic-yearbook/2022/2022-commentaries/446-can-the-arctic-remain-a-region-of-international-cooperation-in-the-context-of-the-ukrainian-crisis
Kopra, S. (2022, March 1). The Ukraine crisis is a major challenge for China’s Arctic Visions. The Arctic Institute — Center for Circumpolar Security Studies. https://www.thearcticinstitute.org/ukraine-crisis-major-challenge-china-arctic-visions/
Kozmenko, A. (2020). Arctic oil and the eastern direction of russia\’s energy policy. SHS Web Conf., 84 (2020) 03004. https://doi.org/10.1051/shsconf/20208403004
Lamazhapov, E., Stensdal, I., & Heggelund, G. (2023, November 14). China’s Polar Silk Road: Long game or failed strategy? The Arctic Institute — Center for Circumpolar Security Studies. https://www.thearcticinstitute.org/china-polar-silk-road-long-game-failed-strategy/
Loon, K. V. (2023). Arctic cooperation remains a Conundrum. Egmont Institute. https://www.egmontinstitute.be/arctic-cooperation-remains-a-conundrum/
Maharramov, A. (2022, August 3). The race for the Arctic — Business Review at Berkeley. Business Review at Berkeley — UC Berkeley’s Leading Undergraduate Business Journal. https://businessreview.studentorg.berkeley.edu/the-race-for-the-arctic/
Ministry for the Development of the Russian Far East and Arctic. Vostok Oil. Arctic Russia. (n.d.). https://arctic-russia.ru/en/project/world-class-cluster/
Nikolov, B. (2023). Tu-160s performed flights over the Barents Sea and the Arctic Ocean. bulgarianmilitary.com. https://bulgarianmilitary.com/category/military-and-defence-systems/
Office of the Spokesperson. Joint statement on Arctic Council Cooperation following Russia’s invasion of Ukraine. United States Department of State. (2022). https://www.state.gov/joint-statement-on-arctic-council-cooperation-following-russias-invasion-of-ukraine/
Pacific Air Force. (2021). Red Flag-Alaska. Pacific Air Force. https://www.pacaf.af.mil/Info/Fact-Sheets/Display/Article/248969/red-flag-alaska/
The State Council Information Office of the People’s Republic of China. (2018, January). China’s Arctic Policy. http://english.www.gov.cn/archive/white_paper/2018/01/26/content_281476026660336.htm
The Arctic Council. Arctic Council. (n.d.). https://arctic-council.org/
Townsend, J., & Kendall-Taylor, A. (2021). Russian and Chinese Priorities in the Arctic and Prospects for Their Cooperation. In Partners, Competitors, or a Little of Both?: Russia and China in the Arctic (pp. 6–11). Center for a New American Security. http://www.jstor.org/stable/resrep30199.6
Volpe, M. (2023, April 18). From the 20th Chinese communist party Congress to the arctic: The cooperation triptych. The Arctic Institute — Center for Circumpolar Security Studies. https://www.thearcticinstitute.org/20th-chinese-communist-party-congress-arctic-cooperation-triptych/
Vostok Oil. Arctic Russia. (n.d.). https://arctic-russia.ru/en/project/world-class-cluster/
Watson, M. (2008). An Arctic treaty: A solution to the international dispute over the polar region. Ocean & Coastal LJ, 14, 307.